Melatih Endurance di Rute Hilly Loksado

Roadbike

Tour Banjarbaru – Loksado 2019

BAGI Seorang cyclis seperti Candra Taruna Sofyan, bersepeda lebih dari 170 KM dari Kota Banjarmasin ke Loksado Hulu Sungai Selatan, secara logika diri dan keadaan tubuh yang kurang “sempurna” pada kakinya mungkin sesuatu yang mustahil, apalagi harus menanjak kurang lebih 38 Km menuju Loksado dengan cuma mengandalkan satu kaki sebelah kiri secara maksimal, sementara kaki sebelah kanan hanya berfungsi 20 persen saja kekuatannya untuk memutar pedal sepedanya.

Ternyata ketika semangat dan kemauan yang membara, karena Chandra memang suka pegunungan dan tanjakan, apalagi kebetulan Loksado adalah salah satu “surga dunia” lukisan Tuhan yang sangat indah, kekurangan kaki kanannya tersebut memotivasi untuk tetap kuat memancal sepedanya.

Menurut Chandra, bila ingin menikmati indahnya pemandangan Loksado dan segarnya udara di pegunungan Loksado, hanya dengan gowes kita dapat menikmati semuanya itu.

“Jadi karena suka pemandangan, ada kemauan dan semangat, akhirnya urusan gowes jauh dan menanjak jadi kebiasaan saya. Memang kalau kita ingin dapat spot atau tempat view yang indah menawan saat bersepeda, pasti dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan, harus gowes sampai ke puncak dan finis,” ungkap pria yang akrab dipanggil CTS oleh rekan-rekannya.

Ya, kaki kanan cyclis asal Banjarmasin tersebut mengalami kelumpuhan 80 persen. Pada usia 5 tahun, Chandra kecil mengalami sakit muntaber dan dibawa ibunya ke Puskesmas. Di sini awal kemampuan fungsi kaki kanannya berubah. Berawal jarum infus yang dipasang di sebelah kaki kanan ternyata ada bagian urat syaraf kaki kanannya terpotong.

Belum ada yang sadar atau dirasakannya saat itu, namun setelah bertambahnya usia, ternyata ada yang tidak beres terhadap kaki kanannya, Chandra sering hilang keseimbangan, terutama sebelah kanan, hingga kerap jatuh.

“Kaki kanan saya ini waktu kecil, saat mau di pasang infus, dulu bedah kulit untuk mencari uratnya, ternyata terpotong urat nadi otot kaki, lalu lumpuh. Dulu tidak bisa tesenggol sedikit aja langsung jatuh. Tidak ada tenaga kaki sebelah kanan dan kakinya jauh lebih kecil dari yang kiri,” tutur pria yang bulan Agustus mendatang berusia 43 tahun.

Tahun 2012 Chandra mulai mengenal dan serius bersepeda, diawali sepeda MTB dan sampai akhirnya memakai Roadbike. Saat memakai cleat sepeda, Chandra juga harus membeli sepatu dua pasang, yakni size 43 untuk kaki kiri dan size 40 untuk kaki kanan, ini karena perbedaan fisik dari kedua kakinya tersebut. “Mau tidak mau harus beli dua pasang beda size agar bisa pakai,” ujarnya.

Masalah belum selesai, dulu awal-awal belajar melepas cleat sepatu sepedanya, Chandra harus melepasnya dengan tangan, ini karena kekuatan kaki kanannya tidak kuat untuk melepas cleat sepatu sepedanya. Jadi Chandra harus melepas cleat sebelah kiri dulu dengan normal, sebelum melepas yang sebelah kanan dengan tangan.

“Kaki kanan saya tidak bisa mengeser ke kiri dan kanan. Jadi tidak bisa melepaskan cleat dari pedal, harus pakai tangan,” jelasnya.

Tapi kondisi kaki kanan yang tidak sempurna ini dianggapnya sebagai “Anugerah -Nya,” bukan kekurangan atau membuatnya tidak percaya diri.
Makanya jangan heran bila Chandra sekarang kuat bersepeda, semangat yang mengebu latihan bersepeda, baik saat melibas jalanan yang flat maupun tanjakan.

Menurut cyclis yang tergabung di Patriot Cycling Club Banjarmasin tersebut, intinya fisik yang kuat dan sempurnya tidak menjamin orang itu kuat atau berani melakukan suatu tindakan, misalnya gowes dari Banjarmasin sampai menanjak ke Loksado, bila tidak ada kemauan dan kerja keras atau latihan. Banyak orang yang cacat atau fisiknya kurang sempurna, bisa melakukannya. Hampir semua tanjakkan tinggi di Indonesia pernah di jajal Chandra dengan sepedanya, misalnya Tahura, Loksado, pegunungan di Jogja, Semarang, Surabaya, Manado, Kediri, Bali dan sebagainya. “Itu semua karena kemauan dan latihan keras. Sehingga semuanya hanya hal sepele bagi saya dimana bagi sebagian orang itu hal yang mengerikan,” pungkasnya.

Ini hanya sedikit cerita inspiratif dari seorang Chandra Taruna Sofyan (CTS). Akhir pekan kemaren, Chandra bersama 13 cyclis asal Banjarmasin dan Banjarbaru menjajal sekaligus menaklukkan “sadisnya” rute menanjak menuju salah satu kawasan wisata di Desa Lok Lahung Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan.

13 cyclis lainnya yang ikut di gowes Tour Banjarbaru – Loksado tersebut adalah Mailan, Suroto, Wawang, Rudi Hermawan, Luthfi, Anggara Hunandika, Riza Fakhroni, Gusti Ellvian, Sayyid Ahmad, Mawardi, Rama, Bintang dan Satria.

14 cyclis tersebut start dari Bundaran Simpang Empat Banjarbaru pukul 07.00 Wita. Rata-rata memakai sepeda jenis roadbike. Hanya Sam, Rama, Bintang dan Satria yang memakai sepeda jenis MTB.

Rombongan selepas start dari Banjarbaru, memutuskan pitstop di kawasan Binuang Tapin. Kemudian kembali pitstop kedua di Kota Kandangan. Finish paling cepat di Loksado pukul 13.45 Wita dan finish paling akhir pukul 15.30 Wita karena trouble putus rantai.

Gowes ini selain untuk menikmati suasana alam Loksado, juga sebagai ajang latihan endurance untuk nantinya mengikuti event resmi baik di Kalimantan Selatan maupun di luar Kalimantan Selatan.

Stage terberat dari tour ini adalah Kandangan menuju Loksado. Memang hanya 40 Kilometer, tetapi mental benar-benar diuji. Bagi penghoby sepeda, Loksado memang menjadi salah satu rujukan bagi mereka yang ingin menguji nyali sekaligus ajang latihan. Rute on roadnya sama-sama menjanjikan, ngeri-ngeri sedap. Bagi yang suka tanjakan atau rute hilly alias naik-turun, Loksado memang pas. Para cyclis yang biasa mengikuti ajang sepeda menanjak selalu menjadikan rute Kandangan – Loksado sebagai salah satu pilihan rute wajib untuk latihan.

Gowes ke kawasan Loksado dimanjakan dengan banyaknya rolling. Tanjakan plus turunan namun sebenarnya sama-sama menguji nyali. Dan benar setelah menjalani rute yang flat sepanjang 2 kilometer dari Kandangan, jalan mulai menanjak walau kemiringan berkisar 5 sampai 6 persen konstan. Rolling (tanjakan dan turunan) pendek-pendek jadi “hiburan” atau “bonus”.

Memasuki 10 kilometer terakhir “siksaan” makin menjadi. Beberapa tanjakan kawasan Kumpah, Halunuk, Lumpangi, Panggungan, serta tanjakkan Batu Bangkai dan Ajung Tebalik di desa Hulu Banyu benar-benar menguras fisik goweser.

“Uyuh tapi rami, uyuh nya hilang setelah rami mandian di sungai amandit Loksadonya, asa handak lagi. Mantap gasan latihan endurance karena jaraknya hampir 200 km,” ucap Wawang, cyclis asal Banjarmasin.

Bagi Mailan, cyclis asal Banjarbaru gowes nanjak ke Loksado dari Banjarbaru – Loksado Kandangan ini adalah yang kelima kalinya. Walau ini sudah kelima kalinya, tanjakan dan siksaan menanjak di Loksado selalu ngangenin, apa lagi satu kilometer tanjakan di Amandit di Loksado yang begitu curam membuat sedikit frustasi.

“Pada waktu gowes kemaren sedikit membuat saya kurang nyaman. Saya mengalami masalah sepeda, pedal kanan sepeda saya lepas dan mengharuskan saya bersepeda dari start ditanjakkan pertama sampai puncak Loksado bersepeda satu menggunakan sepatu cleat dan untung ada pedal MTB yang bisa dipasang tentunya harus memakai sendal jepit, walau akhirnya alhamdulillah bisa melewati tanjakan ini tanpa menuntun,” cerita Mailan.

Dan tentunya terahir yang paling dinanti nanti saat finis adalah mandi bersama teman teman di sungai mengalir begitu jernih dan bersih di Loksado, “Semua lelah rasa frustasi pun hilang seketika, seakan akan mengajak kita semua untuk selalu mengulangnya kembali bersepeda ke Loksado ini,” pungkasnya.

Menurut Gusti Ellvian, Cyclis NOS Banjarbar, Gowes nanjak ke Loksado, habis di siksa speed kenceng Banjarbaru – Kandangan bukannya melelahkan tapi bikin ketagihan. “Lelah yang di rasa saat menghadapi tanjakan-tanjakan curam dengan cuaca yang panas di siang hari akan terobati dengan kenikmatan pemandangan, tantangan alam dan dinginnya air sungai saat finish di Loksado,” imbuh pria yang akrab dipanggil Gupat tersebut.

Sementara bagi Satria, sebenarnya
sudah menyadari mau ikut gowes bareng Kalsel Road Bike Community (KRBC) ke Loksado ini dianggapnya “salah pergaulan”. Satria dan beberapa cyclis lainnya memang memakai sepeda jenis MTB, Satria sendiri memakai sepeda berbahan steal atau besi, yakni Federal MTB Poema. Ditambah lagi dengan usia 54 tahun tentunya agak keteteran terhadap cyclis-cyclis yang lebih muda dari pada Satria.

Namun hasrat hati ingin touring dan solusinya harus soliride agar tetap terjaga stamina hingga finish.
Berangkat dari rumah di Km delapan pada pukul 05.50 Wita dan tiba hampir pukul 14.45 Wita dengan total istirahat satu jam atau empat kali pitstop.

Pada malam harinya tidak disangka Wawang mengajak pulang besok harinya gowes lagi Loksado-Banjarbaru. Sekitar pukul.08.00 Wita keduanya start dari Loksado.

“Karena yang kami cari berupa kepuasan bathin dengan kesehatan terjaga dan tiba di rumah tetap bisa aktivitas serta bisa bekerja besok harinya. Hobby tetap jalan dan pekerjaan sejalan. Kami berdua finish dengan selamat tanpa cedera,” ungkap Satria.

Riza Fakhroni, punya kesan tersendiri bersepeda ke Loksado kemaren.
Loksado ini bila dibilang tanjakan berat tidak juga karena tidak terlalu panjang. “Pendek-pendek tapi kadang banyak curamnya. Jadi kadang perlu power extra. Rantai saya aja sampai putus dan pedal Mailan bahkan lepas,” ujarnya.

Selain itu di antara cyclis ikut gowes ke Loksado tersebut ada anak muda yang pakai MTB. Tapi karena mereka atlet muda, walaupun pakai sepeda MTB tetap saja bisa ngimbangi para cyclis yang memakai sepeda jenis roadbike.

“Salut juga buat pemula seperti Anggara dan Lutfhi. Walau katanya latihan cuma satu minggu sekali, tapi nekat berani ke Loksado ditarik sampai tarikan 40. Sementara Satria dan Wawang walau berdua tidak terlalu cepat tapi stamina mereka berdua top, makanya keduanya memutuskan kembali ke Banjarbaru gowes lagi. Saya sendiri saat latihan kendor tidak berani mengiringi pak Suro, CTS, Mailan dan Rudy yang memang terkenal kencang,” pungkas Riza. (Radar Cycling).

Foto – Foto : Dokumen Pribadi for Radar Cycling

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *